Foto Internet |
“Lahan yang sudah siap dikelola sekitar 200 hektar dari potensi lahan yang ada sekitar 400 hektar. Lahan yang masih kosong dan belum dimanfaatkan sekitar 190 hektar, kalau lahan masyarakat yang sudah ditanami dan perlu peremajaan ada sekitar 200an hektar,” kata Arpandi, Senin (16/1).
Arpandi menuturkan pihaknya masih kebingungan untuk mencarikan pihak ketiga agar karet tersebut dapat berkembang dengan baik, karena jika menggunakan kemampuan masyarakat sangat terbatas. “Kita masih kebingungan nantinya untuk mencari pihak ketiga atau bagaimana, karena pada tahun 90an Terentang raja karet. Ketika itu orang jika membicarakan produksi karet tidak ada daerah lain pasti Teluk Empening dan sebagian daerah lain, namun sekarang sudah punah,” ucapnya.
Menurutnya produksi karet di desa tersebut sudah menurun karena tidak ada regenerasi yang terjadi dalam memproduksi karet tersebut. “Produksi karet yang sudah ditanam tahun 63 paling sekarang maksimal sudah 20 persen. Padahal itu mata pencaharian yang diandalkan masyarakat sejak dahulu memang berkebun karet. Dahulu anak-anak setiap pagi membantu orang tuanya menorah karet. Ketika jam sekolah, baru mereka berangkat sekolah,” tuturnya.
Arpandi menjelaskan rentang masa produktif petani karet lebih panjang dari pada perkebunan sawit karena kerja karet tidak seberat mengolah sawit. Manfaat masyarakat di daerah tersebut sudah sangat teruji. “Dari Dinas terkait kita sudah mengajukan dan mudah-mudahan didalamnya ada karet dan produksi karet di wilayah kami dapat berkembang lebih baik.
Persoalan kami karena lahannya tidak tertata dengan baik. Bukan tidak ada peremajaan namun ketika musim kemarau tidak masyakat membakar sehingga habis semuanya. Ini yang banyak membuat masyarakat putus asa dan berpindah ke kota,” jelasnya.
Dirinya menambahkan untuk penampungan produksi karet yang sudah ada dilakukan lewat koperasi yang ada di daerah tersebut. “Saat ini ada yang sedang berjalan ada penampung yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat ada timbal balik diantara mereka. Misalnya ketika musim karet sedang sulit mereka membantu, setelah karet berproduksi mereka stop. Kami sudah punya koperasi dan sudah mulai berjalan,” tambahnya.
Arpandi mengungkapkan jika hingga saat ini sekitar 80 persen masyarakat di desanya memiliki pekerjaan sebagai petani karet. “Karet ini kan tidak dikerjakan dari pagi sampai malam, jadi pagi mereka mengerjakan karet dan sekitar jam 10 pagi mereka sudah bisa mengerjakan yang lain. Seperti tanaman holtikultura dan mereka juga bisa kesawah, saya optimis jika di daerahnya bisa maju jika karet sudah ada lagi,” ungkapnya.(den)
Sumber : Pontianak Post
0 comments:
Post a Comment